Sabtu, 22 Mei 2021

Yesus pokok dan kita carangnya , tinggallah dalam dia

Renungan Injil  Yoh. 15:1-8

Orang Yahudi sangat paham ketika Yesus menyampaikan perumpamaan tentang kebun anggur, terlebih lagi analogi pokok dan carang-carang anggurnya. Mereka senang menikmati minum anggur terutama pada saat pesta, minum anggur dianggap sebagai symbol kenikmatan dan status sosial bagi yang menghidangkan anggur terbaik pasti mahal harganya.

Dalam Kitab Yesaya 5:1-8 juga diceritakan Allah yang hendak menikmati anggur dari kebun anggurNya, tetapi kebun anggurNya hanya menghasilkan buah anggur yang asam. Maka Allah memberitahukan rencanaNya membiarkan kebun anggurNya rusak, mengalami kekeringan bahkan dibiarkan tumbuh ilalang.

Kedua cerita diatas menggambarkan pemilik kebun anggur adalah Allah, kebun anggur itu adalah umat Israel dan umat-umat GerejaNya. Allah sangat mengharapkan kebun anggurnya berbuah tetap dan banyak serta tentu saja manis buahnya (“Allah sangat senang buah anggur yang manis”). Yesus sudah memperingatkan bahwa pada hari penghakiman, jika kebun anggurNya tidak menghasilkan buah akan dipotong kemudian dibakar.

Sebagai sahabat Yesus ( Yoh 15:14) , Yesus memberikan semua rahasia-rahasia yang diketahuiNya tentang Bapa, tidak ada yang ditutupiNya melainkan semua rahasia itu diberitahukan kepada kita sebagai sahabat Yesus agar bisa berbuah banyak yaitu dibersihkan dahulu dan tetap tinggal dalam pokok anggur.

 Memang kita sudah dibersihkan oleh Firman Tuhan, sudah dibaptis, sudah mengikuti Ekaristi, sudah menerima sakramen Maha Kudus, sudah mendengar Firman Tuhan, sudah membaca alkitab dan rajin beribadah. Itu semua adalah proses dibersihkan oleh Firman Tuhan. Namun itu saja tidak cukup. Yesus bersabda (ay 4) : Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu ….agar bisa berbuah banyak, maksudnya : mengikuti Yesus perlu ada upaya yang terus menerus tanpa henti hidup dalam ketekunan dan kesetiaan melaksanakan Firman Tuhan. Sebagai orang yang dipilih Tuhan sebagai pengikutNya memerlukan kesetiaan sampai akhir, sampai akhirnya menghasilkan buah yang tetap dan banyak.

Firman Allah dalam kitab Wahyu 3:16 tentang kehidupan jemaat Laodikia yang suam-suam kuku dan tidak dingin atau panas. Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu. Ada banyak orang kehidupan imannya seperti jemaat Laodikia yang imannya berkobar-kobar ketika mendapat berkat berlimpah kemudian bersungut-sungut Ketika ada tantangan hidup yang menerpa. Setelah ikut retret imannya bersemangat yang hanya bertahan beberapa bulan saja kemudian tidak ada semangat lagi sehingga memerlukan retret yang lainnya lagi. Orang demikian tidak menjaga agar Tuhan ada dalam kita dan kita ada di dalam Tuhan, berarti orag itu belum berada di dalam Tuhan. Karena anugerah Allah itu tidak pernah berhenti mengalir kepada semua orang tanpa kecuali.

Mari kita merenungkan lukisan disamping ini : Ketika Yesus mengetuk hati kita, tentu saja sebagai murid Yesus dan sebagai orang yang mencintai Yesus pasti akan membukakan pintu hati kita untuk mempersilahkan Yesus untuk masuk ke dalam hati kita.

Pertanyaan : Makanan dan minuman apakah yang akan kita hidangkan untuk menjamu Sang Tamu Agung, Yesus yang aku kasihi? Kita tahu makanan kesukaannya adalah buah anggur yang manis, dan minum kesukaannya adalah anggur yang terbaik. 

Adakah persediaan itu semua di dalam rumah kita?

Minggu, 11 Juni 2017

Jalan-jalan di Istanbul, Turki

Jika anda merencanakan berkunjung ke kota Istanbul , Turkey dan belum pernah sebelumnya, maka saya mencoba sharing pengalaman saya yang juga baru pertama kali berkunjung ke Istanbul di bulan Juni 2017, semoga saja sharing pengalaman ini berguna untuk anda.

Dari Airport menuju pintu keluar, sudah pasti anda memerlukan taxi untuk menuju Hotel tempat anda menginap. Jangan bingung langsung saja keluar dan di depan pintu keluar ada banyak Taxi warna kuning antri menunggu penumpang. Taxi kuning menggunakan argo meter jadi tarifnya sudah standard.
Jika anda tidak mau menggunakan taxi meter, maka bisa datang ke counter taxi yang ada di dalam bandara, sebelum pintu keluar. Taxi yang ada di dalam bandara menggunakan mobil premium sehingga ongkosnya lebih mahal.
Di Turki, biasanya orang mengharapkan tips, jadi anda perlu menyiapkan uang kecil untuk tips.
Kurs 1 Turkey Lira (1 TL) = Rp. 3.800,-  Besar kecilnya tips terserah anda.

Dari airport bisa juga menggunakan Tram/Metro menuju ke pusat kota Istanbul namun tergantung lokasi Hotel anda. Jangkauan rute Tram/Metro masih belum sebagus seperti di Singapore atau di Jerman, jadi disarankan dari airport sebaiknya naik taxi supaya lebih simple.

Jika anda mau berkeliling kota Istanbul menggunakan Tram/Metro mudah untuk membeli tiketnya.
Harga tiket untuk 1 kali perjalanan ke semua tujuan baik jauh maupun dekat adalah 4 TL

Senin, 14 Oktober 2013

PERSEPULUHAN


         Geereja Kristen non Katolik selalu mangajarkan umatnya  tentang pentingnya persembahan Persepuluhan sebagai bentuk persembahan utama dari umat. Suatu hal yang biasa jika seorang pendeta memberikan kotbah pada hari minggu, minimum 1 kali dalam setahun pasti ber-themakan tentang Persepuluhan. Umat selalu di-ingatkan tentang persepuluhan meskipun begitu masih banyak juga umat yang membandel tidak masih mau memberikan persembahan sebesar 10% dari penghasilannya kepada gereja dengan berbagai alasan. 
           Bagaimana dengan umat katolik ? Gereja katolik memang sangat jarang bahkan tidak pernah mengajarkan tentang pentingnya persembahan Perpuluhan. Saya dibaptis secara katolik sejak bayi , pergi ke gereja sejak masih kanak-kanak sampai sekarang sudah  berkeluarga dengan mempunyai 2 orang anak, saya tidak pernah sekalipun mendengar kotbah pastor di gereja pada hari minggu tentang pentingnya persembahan perpuluhan. Pastor hanya menyoroti persembahan janda miskin yang memberikan seluruh uangnya untuk dipersembahkan kepada Allah, yang diartikan sebagai bentuk persembahan yang dipuji Yesus karena menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah.
                Secara iman, saya setuju dengan ajaran gereja katolik tentang perlunya persembahan seluruh hidup kita dari pada dibandingkan persembahan yang hanya memberikan 10% dari penghasilan kita. Namun penjelasan itu masih saja kurang memuaskan hati saya sehingga membawa saya pada pencarian yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan iman, yang ingin saya sharingkan kepada pembaca. Semoga ini bisa berguna.

Tulisan di bawah ini adalah kutipan dari tulisan Rm. F.X. Didik Bagiyowinadi, Pr yang berjudul : Bukan Persepuluhan Melainkan Persembahan yang Iklas-Bebas-Pantas
Makna Persepuluhan
            Praktek persepuluhan sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh orang Israel. Bangsa-bangsa Mesopotamia kuno juga mempraktekkan hukum persepuluhan untuk dipersembahkan kepada raja atau dewa-dewi mereka. Agaknya Abraham yang berasal dari tanah Ur-Kasdim cukup familiar dengan kebiasaan ini sehingga saat menang perang dia mempersembahkan 10% dari hasil jarahannya kepada Melkisedek, imam-raja Salem, yang menjadi sekutunya (Kej 14:20). Angka 10 di sini adalah lambang dari totalitas atau kepenuhan dalam sistem numerik mereka. Maka bila mempersembahkan 10%, hal ini bermakna mempersembahkan keseluruhannya.
            Sementara persembahan persepuluhan dalam Perjanjian Lama bermakna untuk mengingatkan bangsa Israel bahwa segala harta yang mereka peroleh itu berasal dari Tuhan sendiri (bdk. Ul 12:10-11). Dengan mempersembahkannya, mereka hendak mengucap syukur atas semua anugerah itu.
Praktek Persepuluhan dalam Taurat
Dalam bangsa Israel persepuluhan dimaksudkan agar kaum Lewi (Bil 18:21) dan para imam (Bil 18:26-28) yang tidak mendapat jatah tanah, bisa tetap hidup.  Yang harus dipersembahkan adalah sepersepuluh dari hasil bumi dan ternak (Im 27:30.32). Dimana mesti dimakan dan siapa saja yang boleh menikmati persembahan persepuluhan ini? Ternyata ada praktek yang berbeda:
Pada tahun pertama dan kedua, persembahan persepuluhan itu dibawa ke tempat ibadah – yang menikmati adalah si pembawa persembahan, anak laki-laki dan perempuannya, hamba laki dan perempuannya, dan kaum Lewi yang di tempatnya (Ul 14:22-28). Jadi, tidak hanya kaum Lewi, melainkan keluarga si pembawa persembahan juga. Pada tahun ketiga persembahan persepuluhan itu tidak dibawa ke tempat ibadah, tetapi hanya diletakkan di pintu gerbang kota masing-masing dengan maksud agar orang Lewi, orang asing, anak yatim dan janda bisa menikmatinya (Ul 14:28-29). Jadi, pada tahun ketiga ini juga terdapat dimensi sosial untuk mereka yang kurang beruntung.
Persepuluhan sebagai pajak
Menarik bahwa praktek persepuluhan ternyata juga menjadi dasar penarikan pajak raja kepada rakyatnya. Samuel mengingatkan rakyat Israel yang meminta seorang raja demikian,
14 Selanjutnya dari ladangmu, kebun anggurmu dan kebun zaitunmu akan diambilnya yang paling baik dan akan diberikannya kepada pegawai-pegawainya  15 dari gandummu dan hasil kebun anggurmu akan diambilnya sepersepuluh dan akan diberikannya kepada pegawai-pegawai istananya dan kepada pegawai-pegawainya yang lain.  16 Budak-budakmu laki-laki dan budak-budakmu perempuan, ternakmu yang terbaik dan keledai-keledaimu akan diambilnya dan dipakainya untuk pekerjaannya.  17 Dari kambing dombamu akan diambilnya sepersepuluh, dan kamu sendiri akan menjadi budaknya.(1 Sam 8:14-17)
Dengan demikian sebenarnya sistem persepuluhan juga dimaksudkan bagi raja Israel untuk menarik pajak bagi rakyatnya.
Dinamika Praktek Persepuluhan
Entah persepuluhan menjadi pajak bagi raja ataupun sumber penghidupan bagi para imam dan kaum Lewi, tentulah dipraktekkan bangsa Israel, terlebih setelah Bait Allah dibangun oleh Salomo dan sesudahnya. Mari kita lacak jejak praktek persepuluhan setelah kerajaan itu pecah menjadi dua, dimana Kerajaan Utara/Israel kemudian dikalahkan oleh Asyur (722 SM) dan dua ratusan tahun kemudian Kerajaan Selatan/Yehuda dihancurkan oleh Babel (586 SM). Sebagian besar para pemimpin dan cerdik pandai di antara kedua kerajaan itu dibuang ke pusat kerajaan yang telah mengalahkan mereka.
Tobit, salah seorang Yahudi yang ikut dibuang ke negeri Asyur, setiap tahun masih berziarah ke Bait Allah di Yerusalem sambil membawa persembahan, termasuk persepuluhan, sesuai aturan kitab Ulangan (lih. Tob 1:6-8).
Sementara Hizkia, raja Yehuda, sebelum kehancuran Yerusalem, sempat mengadakan pembaharuan kerohanian dalam kerajaannya. Ia menetapkan kembali para imam dan kaum Lewi. Ia pun memerintahkan rakyat untuk memberikan sumbangan agar para imam dan kaum Lewi bisa mencurahkan tenaganya untuk melaksanakan Taurat Tuhan. Rakyat pun berbondong-bondong membawa persembahan, termasuk persembahan persepuluhan atas segala sesuatu (2 Taw 31:1-6).
Namun, saat Yerusalem dikalahkan Babel, Bait Allah mereka dihancurkan musuh. Para pemimpin dan orang pandai di kerajaan Yehuda dibuang ke negeri Babel. Di sana mereka tidak lagi mempunyai tempat untuk membakar korban persembahan. Maka menjadi tidak ada alasan pula untuk mempersembahkan persepuluhan bagi kaum Lewi dan para imam yang notabene ‘kehilangan fungsi pelayanan’ karena Bait Allah telah dihancurkan. Selama di pembuangan itu (586-531 SM) umat Yahudi setiap hari Sabat berhimpun untuk mempelajari Taurat Tuhan dan berdoa bersama. Inilah cikal bakal sinagoga orang Yahudi.
Setelah kaum buangan Babel diperkenankan kembali ke Yerusalem, Ezra dan Nehemia memimpin pembangunan kembali Bait Allah yang telah hancur. Nehemia juga mengatur kembali ibadat di Bait Allah yang baru, termasuk menegakkan kembali hukum persepuluhan (lih. Neh 10:37-38; 12:44; 13:5,12). Namun agaknya aturan persepuluhan ini kurang diindahkan oleh umat Israel, sehingga melalui Maleakhi, Tuhan menegur umat Israel dan memerintahkan, “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan” (Mal 3:10).
Hukum persepuluhan itu dipraktekkan oleh orang Yahudi sampai zaman Tuhan Yesus. Bahkan orang-orang Farisi berusaha mempraktekkan persepuluhan sampai pada hal-hal yang kecil. Mereka mengira bahwa dengan demikian mereka bisa berkenan di hati Tuhan. Namun, kenyataannya mereka justru mengabaikan yang terpenting dalam Taurat, yakni keadilan, belas kasih, dan kesetiaan, sehingga Tuhan Yesus mengecam mereka (Mat 23:23). Dalam perumpamaan Yesus pun Orang Farisi yang telah melakukan banyak kesalehan, termasuk persepuluhan, ternyata tidak dibenarkan oleh Tuhan karena dia tidak menghadap Tuhan dengan penuh kerendahan hati (Luk 18:10-14).
Apakah Pengikut Kristus mempraktekkan persepuluhan?
Bagaimana dengan para pengikut Kristus, apakah mereka diwajibkan untuk membayar persepuluhan? Surat kepada orang Ibrani menegaskan bahwa hukum persepuluhan dipraktekkan orang Yahudi untuk menghidupi para imam dan kaum Lewi (Ibr 7:5). Sementara kita memiliki Yesus, imam agung kita, yang tidak membutuhkan persepuluhan!
Mari sekarang kita melihat praktek dalam Gereja Perdana, apakah mereka juga mempraktekkan persepuluhan?
Yesus dan para rasul adalah kaum awam, bukan dari suku Lewi ataupun imam, maka mereka tidak akan pernah menerima persepuluhan menurut hukum Yahudi (bdk. Ibr 7:13-14). Jadi, seandainya dipungut persepuluhan, berarti hal itu akan ‘disetorkan’ kepada para imam dan kaum Lewi Yahudi!
Dalam Konsili Pertama di Yerusalem diputuskan oleh para rasul bahwa orang-orang non Yahudi yang hendak menjadi Kristen tidak diwajibkan mematuhi hukum Taurat. Dalam daftar yang harus mereka lakukan, persepuluhan pun sama sekali tidak disebutkan (lih. Kis 15:28-29).
Paulus yang mewartakan Injil di antara orang non Yahudi diminta tetap mengingat orang-orang miskin (Gal 2:9). Maka dia berusaha menghimpun persembahan sukarela di antara jemaat yang didirikannya (lih. 2 Kor 8-9) untuk keperluan umat Allah yang miskin di Yerusalem (Rom 15:26).

Panduan Persembahan dalam Gereja
Maka jelaslah bahwa sejak awal Gereja memang tidak mempraktekkan persepuluhan, tetapi tetap menghimpun persembahan sukarela yang dimaksudkan untuk: kepentingan orang miskin (Rom 15:26), karya Gereja (3 Yoh 1:8; Kis 2:45), kehidupan para pelayan Firman (bdk. Mat 10:10; Luk 10:7; 1 Kor 9:14; 2 Kor 11:8-9).
Menarik untuk dicatat bahwa beberapa wanita yang mengikuti Yesus membiayai rombongan Yesus dengan kekayaan mereka (Luk 8:3). Mereka menghayati Sabda Bahagia Yesus, bahwa yang bermurah hati akan mendapatkan kemurahan (Mat 5:7). Alkitab sendiri mencatat beberapa orang yang bermurah hati sungguh mendapatkan kemurahan dari Tuhan sendiri. Janda Sarfat yang telah memberikan tumpangan kepada Elia, anaknya pun dihidupkan kembali oleh Nabi Elia (1 Raj 17:20). Tabita alias Dorkas yang telah berbuat baik kepada para janda juga dibangkitkan oleh Petrus (Kis 9:36.39). Perwira Romawi di Kapernaum yang telah menanggung biaya pembangunan Sinagoga direkomendasikan oleh tua-tua kota agar Tuhan Yesus berkenan pula menolong menyembuhkan hambanya (Luk 7:4). Namun, kiranya patut diingat pula bahwa Tuhan akan tetap melimpahkan berkat kepada kita semua, entah memberi persembahan sedikit ataupun banyak, sama seperti matahari diterbitkan bagi orang jahat maupun orang baik (Mat 5:45).
Suatu Persembahan yang Ikhlas, Bebas, dan Pantas
Bagaimana dan seberapa besar kita mesti memberikan persembahan? Persembahan kita hendaknya diberikan secara:
ikhlas – memberi dengan penuh kerelaan hati, bukan terpaksa (2 Kor 9:7 – “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.”
bebas – tanpa menuntut atau berdagang dengan Tuhan. Kita ingat kisah Zakheus yang setelah disapa dan diorangkan oleh Tuhan Yesus, berani berkata, "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat”(Luk 19:8).
Dalam jumlah yang pantas – sesuai dengan rejeki/berkat yang telah diterima. “Berikanlah kepada Yang Mahatinggi berpadanan dengan apa yang Ia berikan kepadamu, dengan murah hati dan sesuai dengan hasil tanganmu”(Sir 35:9). Tentu kita ingin menjadi Si Samaria yang tahu bersyukur dan berterima kasih atas anugerah Tuhan (Luk 17:1-10).

Tulisan : Rm. F.X. Didik Bagiyowinadi, Pr

Jika membaca tulisan Rm Didik, menarik untuk disimak bahwa : Dalam perumpamaan Yesus pun Orang Farisi yang telah melakukan banyak kesalehan, termasuk persepuluhan, ternyata tidak dibenarkan oleh Tuhan karena dia tidak menghadap Tuhan dengan penuh kerendahan hati (Luk 18:10-14).

Bagaimanakah jika seandainya saja orang Farisi tsb yang memberikan persepuluhan juga mempunyai kerendahan hati dihadapan Tuhan.....?
Bagaimanakah jika seandainya saja ada orang farisi yang melakukan banyak kesalehan, memberikan persepuluhan juga dan mempunyai hati yang benar dihadapan Tuhan ...... ?
Apakah kira-kira yang akan dikatakan Tuhan Yesus kepada kita ?

Seringkali kita berhenti hanya sampai pada pemikiran , untuk apa memberikan persepuluhan jika mempunyai sikap hati yang tidak dikehendaki oleh Tuhan. 
Kalau demikian lebih baik tidak usah memberi, toh percuma saja persembahan kita tidak diterima oleh Tuhan.
Kebanyakkan orang belajar dari kesalahan orang lain dengan melakukan kesalahan yang berbeda lagi. 
Justru karena kritikan Yesus kepada orang Farisi yang mempunyai niat tidak baik dibuat menjadi alasan bagi kebanyakkan orang untuk tidak memberikan perpuluhan.

Bagaimana jika kita berpikirnya , memberikan persepuluhan seperti yang dilakukan oleh orang Farisi dan disertai dengan kerendahan hati dihadapan Tuhan sebagai pernyataan syukur atas berkat yang diterimanya selama ini.
Saya percaya, Tuhan Yesus akan sangat bersuka-cita melihat ada orang yang hidupnya lebib baik dari orang farisi.

Saya kira persepuluhan ini penting dengan disertai hati yang benar dihadapan Tuhan. Bukankah Yesus juga pernah mengatakan , barang siapa yang kehidupan keagamaannya tidak lebih benar daripada kehidupan keagamaan ahli Taurat dan orang farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga    (Mat 5:20).
Jika orang tidak memberikan perpuluhan, bagaimana orang tersebut bisa mempunyai sikap kerendahan hati di hadapan Tuhan ? Orang tersebut tidak mempunyai object untuk membuat dia perlu merendahkan hatinya di hadapan Tuhan.
Dengan kata lain, bagaimana orang yang tidak memberikan perpuluhan bisa mempunyai kehidupan beragama lebih baik dari orang farisi? 

Saya juga ingin membahas judul tulisan Rm Didik , Bukan Persepuluhan Melainkan Persembahan yang Iklas-Bebas-Pantas. 
Dari judul ini menarik untuk dibahas bahwa penulis mau mengatakan persepuluhan itu tidak penting, tetapi yang penting adalah pemberiannya harus iklas - bebas - Pantas. 
Sebelum membahas judul, ada baiknya saya sharing sedikit pengalaman iman sehubungan dengan memberikan perpuluhan.

Ketika saya baru pertama kali menerima gaji pertama hasil bekerja, gajinya kecil sekali pada waktu itu Rp. 350.000, saya mencoba mendisplinkan diri untuk memberikan persepuluhan melalui kolekte di gereja besarnya Rp. 35,000. Beberapa bulan saya lakukan dengan rajin, seiring dengan itu prestasi kerja di kantor juga cukup baik sehingga saya mendapat penghargaan lebih, sehingga mendapatkan promosi kenaikkan jabatan dan gaji. Dalam waktu tidak terlalu lama, gaji saya naik menjadi Rp. 500,000 maka persepuluhannya menjadi Rp. 50,000. Kemudian gaji saya naik menjadi Rp. 1,000,000 maka perpuluhannya menjadi Rp. 100,000. sampai akhirnya gaji saya menjadi Rp. 30,000,000 maka perpuluhannya menjadi Rp. 3,000,000. Mulailah saat saya harus memberikan perpuluhan sebesar Rp. 3,000,000 kepada gereja terasa berat juga ya. Banyak hal yang bisa saya lakukan dengan uang Rp. 3 juta , saya bisa tabung sebentar agar bisa ganti gadget baru yang lebih canggih. Dengan menyimpan uang Rp 3 juta sebulan, saya bisa berganti gadget setiap tahunnya. Atau dengan uang Rp. 3 juta per bulan saya simpan selama 1 tahun bisa digunakan untuk uang muka beli mobil baru kemudian cicilan per bulannya menggunakan uang Rp. 3 juta tadi untuk membayar cicilan mobil baru.

Saya kira pembaca juga setuju dengan saya  bahwa uang sebesar Rp. 3juta banyak yang bisa dilakukan. Bagaimana halnya dengan mereka-mereka yang gajinya sebesar Rp. 50 juta per bulan? Demikian juga bagaimana dengan dengan perusahaan-perusahaan yang setiap bulannya mempunyai nilai penjualan sebesar Rp. 500 juta - Rp. 1 milyar dst.... Berapa besar perpuluhan yang harus disisihkan bagi gereja ? Sangat besar sekali bukan ?

Jika ada seseorang yang menurut penghasilannya harus memberikan perpuluhan sebesar Rp. 10 juta setiap bulan, kemudian dia diberi kesempatan untuk tidak memberikan perpuluhan jika hatinya tidak iklas memberi, maka saya berani jamin bahwa orang tersebut tidak akan memberikan perpuluhan dengan alasan hatinya kurang iklas. Memang rasanya berat dan kurang iklas memberikan perpuluhan sebesar Rp. 10 juta setiap bulan secara rutin sedangkan dia tahu uang Rp. 10 juta bukanlah jumlah yang sedikit.

Orang akan merasa iklas jika penghasilannya Rp.100 juta dan dia memberikan perpuluhan Rp. 1 juta atau sekitar 1% saja. Ke-iklas-an hati orang berbanding lurus dengan prosentase jumlah sumbangan yang harus dia berikan. Hati orang akan lebih iklas lagi jika memberikan sumbangan dengan prosentase 0,0001%.
Ini sangatlah manusiawi sekali.

Saya sangatlah tahu bagaimana perasaannya memberikan perpuluhan yang pada bulan yang sama mendapatkan bonus akhir tahun dan THR dan Gaji pada bulan itu... berat sekali rasanya melepas sejumlah uang yang terasa begitu banyak berguna untuk hal lain.
Jika dikatakan memberikan sumbangan harus dengan hati yang iklas, saya berpendapat bahwa sangat sedikit sekali jumlahnya orang yang memberikan sumbangan dengan hati yang iklas dengan jumlah perhitungan perpuluhan yang benar.

Meskipun gereja kristen non katolik selalu menggembar-gemborkan pentingnya memberikan perpuluhan, justru itu menunjukkan bahwa umatnya masih sangat sedikit sekali yang memberikan perpuluhan. Apalagi umat gereja katolik, akan lebih sedikit lagi jumlahnya.





Saya selalu berdoa minta kekuatan dari Tuhan untuk selalu memberi kekuatan kepadaku agar bisa tetap disiplin menjalankan komitment awal untuk memberikan perpuluhan.
Walaupun terasa sakit, harapan satu-satunya adalah Firman Allah sendiri dalam kitab Maleakhi 3 : 10 ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan”
Saya membaca ini sangat kaget, bagaimana mungkin Allah yang Maha Tinggi itu berkenan untuk kita uji. Bahkan Allah sendiri yang mengatakan ujilah Aku. Allah minta dijui oleh manusia benarkah Allah akan memberikan berkat-berkatnya kepada mereka yang rajin dan disiplin menjalankan perpuluhan ?